RISKA'S BLOG

Kpoppers sejati yang hiatus karena kelas 9. Author at screenplays >

Rabu, 13 Mei 2015

FF // BTS // DISAPPOINTMENT // ONESHOOT


Author    : Riska Jung

Title        : Disappointment

Cast         : Jeon Jeongguk a.k.a Jungkook BTS
                   Park Jimin a.k.a Jimin BTS
                   Kim Taehyung a.k.a Taehyung BTS

Genre      : Angst, Hurt, Comfort

Rating     : T+

Length     : Oneshoot


Warning!! This is a yaoi fanfiction. Don't like don't read. 
Tapi tenang aje, kaga ada NC nya kok :"vvv




0-0-0-0


Angin sore yang sejuk berhembus pelan di sepanjang jalan Hyochangwon-ro, tepatnya di Hyochang Park. Angin sore itu menerpa lembut pipi namja yang sedang berjalan pelan melewati jalanan itu. Angin itu serasa bagaikan belaian lembut yang halus di pipinya. Dia sangat menyukainya. Berjalan sendirian di jalanan ini sambil merasakan terpaan angin sore yang membuatnya tenang.

Perlahan dia melangkahkan kaki panjangnya melewati beberapa anak tangga. Senyuman tidak pernah lepas dari kedua sudut bibirnya. Matanya yang indah terpejam menikmati kesunyian yang membuatnya tenang. Dia sudah hafal, bahkan terlalu hafal jalan disekitar sini. Karena hampir setiap sore dia kemari. Tidak hanya untuk menikmati angin sore, tapi juga untuk alasan lain.

Namja berambut karamel dengan senyuman manis yang selalu tergambar dan menghiasi wajah manisnya. Itulah yang membuat Jungkook -namja tadi- membuatnya sering sekali pergi kemari. Seperti saat ini, ia datang menemui namja berambut karamel itu dan duduk disampingnya.

“Sore Taehyung hyung,” sapaan itu membuat Taehyung -namja berambut karamel- membuyarkan lamunannya dan menoleh pada Jungkook yang tengah menatapnya dengan senyuman manis.

“Sore juga Jungkook.”

Tidak ada pembicaraan lagi setelah itu. Keduanya terdiam sambil menatap langit senja yang berwarna oranye gelap. Benar-benar pemandangan yang indah. Indah untuk dinikmati kedua namja ini.

Sampai sesuatu terasa bergetar disaku celana Taehyung. Taehyung merogoh sakunya dan mengambil benda persegi panjang berwarna putih dengan gantungan singa kecil lucu yang bergelayut di ujung handphonenya. Setahu Jungkook, Taehyung memang sangat menyukai singa. Bahkan dia tahu kalau di kamar Taehyung juga banyak boneka singa -yang seharusnya tidak dimiliki namja.

Taehyung menggeser tombol hijau dan mengarahkannya ke telinga kanannya, “Ada apa hyung?”

Jungkook tahu. Setelah ini dia akan ditinggalkan lagi oleh Taehyung. Itu adalah kebiasaan Taehyung setiap mereka selalu bersama. Jika orang itu menelepon Taehyung, dan Taehyung mengangkatnya -tentu saja- pasti di waktu yang sama, Taehyung segera pergi dari pandangan matanya.

Jujur saja, Jungkook tidak suka seperti ini. Dia tidak suka Taehyung langsung pergi dari hadapannya saat dia mendapat panggilan telepon dari orang lain. Tapi dia bisa apa? Dia ingin menarik tangan Taehyung, tapi dia tidak memiliki cukup keberanian untuk melakukan hal tersebut. Jika dia mencegah Taehyung, dia takut kalau Taehyung marah dan memutuskan hubungan mereka. Hubungan? Yah mereka adalah sepasang kekasih yang baru terjalin selama 1 bulan.

“Maafkan aku Jungkook-ya, aku harus segera pergi. Jin hyung membutuhkan bantuanku. Selamat tinggal.”

Jin.

 Nama yang tidak dia sukai.

Selamat tinggal.

2 kata yang paling dibenci Jungkook.

Namun pada akhirnya dia mengiyakan perkataan Taehyung. Dia melambaikan tangannya pada Taehyung, namun Taehyung tidak membalasnya. Tentu saja. Bagaimana dia mau membalasnya? Melihat saja tidak. Taehyung langsung berbalik pergi saat Jungkook menganggukkan kepalanya. Selalu seperti itu.

Jungkook menurunkan tangannya perlahan dan tersenyum pahit. Benar-benar menyedihkan. Senyuman manisnya luntur disaat itu juga. Dia adalah kekasih Taehyung. Tapi dia tidak pernah merasa seperti seseorang yang memiliki kekasih. Karena pada dasarnya, Taehyung tidak pernah sedikitpun memberi perhatian khusus lagi padanya. Dia merasa iri dan cemburu pada Jin yang bisa menelepon Taehyung dan langsung dituruti oleh Taehyung.

Dengan segera Jungkook menggelengkan kepalanya cepat. Bagaimana bisa ia memikirkan hal seperti itu? Dia beranjak dari tempatnya duduk dan mulai berjalan menuruni tangga. Dia berjalan perlahan dan meraih handphonenya saat handphonenya bergetar. Bukan panggilan telepone, tapi pesan. Bukan dari Taehyung, namun dari Jimin, teman dekatnya yang menyukainya, namun dia tolak.

Aku tahu kau ada di Hyochang Park. Sekarang cepatlah pergi kedepan, aku menunggumu Kookie-ya. Aku akan mengajakmu makan malam dan mengantarmu pulang.

Itulah isi pesan dari Jimin. Dia menaruh handphonenya kembali ke sakunya dan mempercepat langkahnya. Dia sudah sangat kelaparan. Padahal tadi dia berniat mengajak Taehyung makan malam, tapi dia kalah cepat dari Jin, yang diakui Taehyung sebagai kakak kandungnya. Jungkook percaya saja dengan ucapan Taehyung, karena marga mereka sama sama Kim.

Jimin yang melihat Jungkook segera membuka pintu mobilnya untuk Jungkook. Jungkook tersenyum dan masuk ke dalamnya. Tanpa banyak bicara lagi, Jimin melajukan mobilnya dan mobilnya meluncur begitu saja dijalanan yang tidak terlalu ramai. Sama seperti Jungkook, Jimin pun juga sudah kelaparan. Pekerjaan kantornya membuatnya tidak bisa melewatkan waktu sarapan maupun jam makan siang.

“Kau ke Hyochang naik bus lagi?” Jungkook mengangguk pelan menjawab pertanyaan Jimin.

“Kau ingin makan apa jung?”

“Hmm.. Kurasa aku ingin makan pizza, hyung,” Jungkook menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedang Jimin hanya terkekeh kecil sambil menganggukan kepalanya. Jimin tahu. Jimin tahu makanan apa yang disukai Jungkook.

Jimin menghentikan mobilnya dan memarkirkannya didepan restaurant Pizza Hut di kawasan Hangang-daero 88-gil. Dia membuka pintu mobilnya, begitupun dengan Jungkook. Mereka masuk bersama dengan senyuman lebar, terutama Jungkook yang sebentar lagi akan menyantap makanan favoritnya.

Kini mereka berdua sudah duduk manis dibarisan pinggir tengah, sebelah jendela. Mereka duduk berhadapan. Jungkook tersenyum lebar dan membaca buku menu yang disodorkan oleh salah satu pelayan yang baru saja datang menghampiri mereka. Jimin tahu pasti, apa yang akan menjadi pilihan Jungkook. Pilihan pizza yang sangat disukai Jungkook.

“Aku ingin Rich Gold yang Bacon Potato dan dua minuman soda.”

Jimin tersenyum. Tebakannya benar. Hampir setiap mereka membeli pizza, Jungkook memilih menu itu. Dia benar-benar penggila Bacon.

“Baiklah. Harganya 32,900 Won, tuan,” pelayan itu mencatat sesuatu di sebuah kertas dan menundukkan kepalanya sopan. Jimin mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembraran uang sejumlah yang disebutkan pelayan tadi dan menyodorkannya. Lalu pelayan itu mengambilnya dan melenggang pergi.

“Haft. Aku benar-benar berterima kasih padamu karena telah mengajakku kemari dan memakan makanan kesukaanku lagi, Jimin hyung.”

Jimin tersenyum tipis dan mengacak rambut merah marun Jungkook, “Iya Kookie-ya.”

“Hyung, berhentilah memanggilku Kookie. Itu seperti panggilan untuk anak kecil.”

“Kau kan memang masih kecil.”

“Hyungg…..” inilah hal yang paling disukai Jimin. Disaat Jungkook merajuk padanya.

Lalu jimin mengalihkan pandangannya ke jendela besar yang ada disamping kirinya. Dia memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang serta berbagai macam kendaraan yang melewati restaurant ini. Memang tidak ada yang menarik, tapi Jimin tetap memandang keluar jendela. Dia tidak mau menghadap ke arah Jungkook, bukan karena dia sedang malas. Tidak. Tapi dia tidak mau salah tingkah didepan namja yang dia sukai. Lihatlah. Tidak ada hal menarik yang diperhatikan Jimin, tetapi dia tersenyum. Apalagi kalau bukan Jungkook penyebabnya?

Sedang Jungkook hanya memainkan handphonenya bosan. Sebenarnya dia sedang menunggu pesan ataupun telepon dari Taehyung. Tapi tidak ada satupun notifikasi dari Taehyung. Jungkook menghembuskan nafasnya pelan. Mungkin dia sedang membantu Jin atau sedang mandi atau sedang makan atau sedang membereskan kamarnya.

“Taehyung belum menghubungimu?”  pertanyaan Jimin membuat Jungkook tersadar dari lamunannya.

“Belum.”

Jimin menghembuskan nafasnya panjang, “Dia tidak benar-benar mencintaimu.”

“Tidak hyung. Dia benar-benar mencintaiku. Dia masih belum menghubungiku karena mungkin dia sedang sibuk sekarang,” Jungkook menggelengkan kepalanya berulang kali menolak perkataan Jimin, perkataan yang mungkin saja ada benarnya. Tapi dia dengan cepat menghalau pikiran negatif itu. Dia percaya dan akan selalu percaya pada Taehyung.

“Kookie, dengarkan aku,” Jimin meraih kedua tangan Jungkook dan menggenggamnya erat, “Rasa cintaku dan Taehyung padamu berbeda. Aku benar-benar tulus mencintaimu. Dan kalaupun Taehyung memang benar-benar mencintaimu, sesibuk apapun dia pasti akan menghubungimu.”

“Tidak hyung. Taehyung  mencintaiku dengan tulus. Dia pernah mengatakan kalau sebentar lagi dia akan segera melamarku.”

“Sebentar lagi? Tapi kapan? Jika kau memilih untuk bersamaku, bisa ku pastikan kita akan menikah bulan depan.”

Jungkook perlahan melepas genggaman tangan Jimin dan tersenyum tipis. Dia menggelengkan kepalanya berulang kali, “Maaf hyung. Aku tidak bisa bersamamu. Mungkin kau memang sangat mencintaiku, tetapi aku hanya mencintai Taehyung. Maafkan aku, hyung.”

Inilah yang membuat hati Jimin terasa sangat sakit bagaikan ditusuk ribuan jarum. Penolakan. Lagi-lagi dia mendapatkan penolakan yang diucapkan secara terang-terangan dari bibir Jungkook, orang yang benar-benar sangat dicintainya. Sedih? Kecewa? Sudah pasti itulah yang dirasakannya sekarang. Tapi mau bagaimana lagi? Dia juga tidak bisa memaksa kehendak Jungkook. Karena sama saja dia menghalangi kebahagiaan Jungkook.

Jimin menutupi kepedihan hatinya dengan senyuman tipis di kedua sudut bibirnya. Senyuman yang tergambar sedang benar-benar sedang merasakan sakit.

Sebenarnya Jungkook merasa kasihan pada Jimin. Bagaimanapun, Jimin adalah teman baiknya yang sudah dekat dengannya sejak 7 tahun lalu. Jadi dia mengerti benar mengenai semua hal yang berkaitan dengan Jimin. Dia tahu segalanya tentang Jimin. Dia tahu betapa baik dan perhatiannya Jimin kepadanya. Dan semua hal itu, hanya Jungkook kira sebagai tanda sayang seorang sahabat.

Sedang Taehyung? Mereka berkenalan baru 3 bulan yang lalu. Dan bulan lalu Taehyung menyatakan perasaan padanya. Hal itu membuatnya senang. Dia memang sangat menyukai Taehyung dari sejak awal mereka bertemu di Hyochang Park. Saat Jungkook terpeleset dari tangga, dan Taehyung yang dengan sigap menangkap tubuhnya. Di situ awal mereka berkenalan dan berbincang bersama. Mereka selalu bertemu di setiap sore. Biasanya Jungkook juga berkunjung ke apartemen Taehyung. Mungkin dari sana lah rasa suka Jungkook tumbuh menjadi cinta.

Senyuman Taehyung. Perhatian Taehyung. Kata-kata manis Taehyung. Semua hal itu membuat Jungkook merasa nyaman dan menerima Taehyung begitu saja bulan lalu. Jungkook pun sebenarnya menyadari kalau dia masih belum terlalu mengenal Taehyung. Tapi Jungkook tidak terlalu memperdulikannya. Minggu awal mereka berpacaran, Taehyung selalu mengajak Jungkook bermain ke apartemennya. Bermain video game. Minggu kedua mereka berpacaran, Taehyung mengatakan kalau dia akan melamar Jungkook sebentar lagi. Dan minggu ketiga mereka berpacaran, Taehyung mengenalkan Jin padanya.

Sejak itu Taehyung jarang tersenyum padanya.

Sejak itu Taehyung jarang menghubunginya lagi.

Sejak itu semua perhatian Taehyung hilang.

Sejak itu Taehyung sering meninggalkannya sendirian.

Sejak itu Taehyung berubah.

Mereka memang masih bisa setiap hari bertemu. Tapi hanya setiap sore, hanya di Hyochang Park. Jungkook tidak pernah berani lagi mengunjungi apartemen Taehyung, bukan karena dia tidak mau. Tapi Taehyung yang melarangnya. Entahlah. Dia tidak pernah tahu alasan pastinya. Karena Jungkok tidak pernah memiliki waktu untuk menanyakannya. Mereka bertemu hanya untuk mengatakan, “Selamat sore.” Jungkook menanyakannya di pesan, tapi tidak pernah mendapat balasan. Jungkook meneleponnya, namun tidak pernah di angkat pleh Taehyung.

“Ini dia pesanan anda.”

Perkataan pelayan itu membuat Jungkook maupun Jimin membuyarkan lamunan mereka. Mereka tersenyum pada pelayan itu. Setelah pelayan itu pergi, Jungkook langsung meminum minuman sodannya dan mengambil potongan pizza bagiannya. Diikuti oleh Jimin yang ikut menyantap pizza itu. Mereka berdua makan hingga mereka kenyang.

0-0-0-0

Hari ini Jimin berencana mengunjungi Jungkook -tepatnya menjenguk. Sehabis memakan pizza kemarin, tiba-tiba Jungkook mengatakan padanya kalau kepalanya benar-benar terasa pusing serta sesak napas dan dia tidak bisa berjalan karena kakinya yang tiba-tiba membengkak. Jimin bukanlah dokter, dan karena Jungkook yang tidak mau dibawa ke rumah sakit, akhirnya Jimin hanya mengantarnya pulang. Sebenarnya Jimin sangat mengkhawatirkan Jungkook dan memintanya untuk menginap di apartemennya, tapi Jungkook menolaknya.

Jungkook takut kalau Taehyung tahu dirinya menginap di apartemen Jimin dan menyebabkan Taehyung marah. Jimin hanya mengiyakan saja, walau dia ingin sekali menjawab, “Taehyung tidak akan memperdulikanmu. Dia bahkan tidak menghubungimu sampai sekarang. Dan kau masih memikirkannya saat keadaanmu sakit?” tapi Jimin menahannya. Dia tidak mau Jungkook merasa tertekan lagi.

Kemarin Jimin sudah mengirim pesan pada Taehyung kalau Jungkook sakit dari handphone Jungkook saat Jungkook tertidur dimobilnya. Dan mau tidak mau, Jimin berharap kalau Taehyung sedang bersama Jungkook. Setidaknya hal itu membuat dirinya yakin kalau Taehyung masih memperdulikan Jungkook walaupun dia harus menahan sakit karena rasa cemburu. Tapi dia tidak boleh egois, Jungkook sedang sakit.

Jimin menekan beberapa tombol angka untuk kode room apartemen Jungkook dan masuk ke dalam. Dia masuk perlahan dan tidak menemukan sepatu asing didepan ruang duang depan apartemen Jungkook, bahkan sususan sepatu Jungkook masih sama seperti semalam. Itu berarti tidak ada orang lain yang mengunjunginya. Terdengar ada suara seseorang yang mengerang kesakitan dari arah kamar Jungkook. Jimin yang benar-benar khawatir karena tidak ada orang lain yang menemani Jungkook semalaman langsung berlari menuju kamar Jungkook.

Dia membuka pintu kamar Jungkook yang tidak dikunci dan menemukan Jungkook yang menggeliat  didalam selimut sambil memegangi kepalanya. Terlihat sangat menyiksa. Jimin berlari ke arahnya dan memeluk Jungkook.

“Apa kau merasa pusing lagi?”  sungguh. Jimin ingin menangis melihat Jungkook yang sepertinya benar-benar tersiksa. Dia mengelap keringat dingin yang bercucuran di dahi Jungkook dengan tangannya. Rambut Jungkook benar-benar basah oleh keringatnya sendiri.

“Sakit hyung.. Ini bahkan lebih sakit dari kemarin. Dada kiriku juga terasa sangat ngilu sejak semalam hyung. Arrggghhh!!” Jungkook berteriak sambil terus menggeliat kesakitan dengan tangannya yang memegangi kepalanya. Dia berteriak kesakitan.

“Dimana Taehyung!! Kenapa dia tidak datang?!”

“Tidak hyung.. Taehyung hyung tidak dat.. Arrgghhh sial ini sakit sekali hyung!!”  untuk pertama kalinya dia melihat Jungkook menangis. Benar-benar menangis. Jungkook, sesakit itukah? Batin Jimin. Sepertinya sebentar lagi dia juga akan menangis.

“Kita ke rumah sakit sekarang!!”

“Tidak hyung..  Aku tidak bisa berjalan.. Kakiku terasa sangat sakit dan berdenyut terus hyung..”

Jimin menarik selimut yang menutupi tubuh Jungkook dan dia benar-benar terkejut. Kaki Jungkook benar-benar bengkak. Bahkan lebih parah dari kemarin. Jimin yang bingung harus bagaimana, segera menelepon ambulance. Ia langsung menekan tombol (02) 361 - 6540 di handphonenya. Nomor untuk Yonsei University Gangnam Severance Hospital.

“CEPAT DATANGKAN AMBULANCE KE MAPO DISTRICT KAWASAN GONGDEOK-DONG DI MALLIJAEYET-GIL APARTEMENT LANTAI 7 NOMOR 1342!!” Jimin berteriak di telpon saat detik pertama telponnya di angkat. Tanpa menunggu jawaban, Jimin langsung menutupnya. Karena dia tahu, mereka akan mendatangkan ambulance dengan cepat.

Jimin melihat ke arah Jungkook yang masih tetap menggeliat sambil memegangi kepalanya. Teriakan Jungkook sangat menyayat hatinya. Jimin memeluk Jungkook sambil meneteskan air matanya.

30 menit kemudian, terdengar sirine ambulance. Jimin langsung berlari ke ruang depan dan membuka pintu depan. Tepat saat itu, beberapa petugas masuk, lalu memberikan Jungkook  obat bius chloroform dan membawa Jungkook dengan folding portable stretcher. Jimin langsung menutup kembali pintu apartement Jungkook dan memasuki lift bersama dengan petugas lagi. Beruntung sekali karena lift ini cukup lebar hingga stretcher bisa muat.

Setelah itu Jimin memasuki karoseri ambulance, bersama Jungkook tentunya. Saat itu, Jimin memperhatikan para petugas lain yang mengeluarkan emergency kit dan memasangkan segala sesuatu di tubuh Jungkook yang tidak Jimin ketahui namanya. Yang dia tahu adalah, para petugas itu memasangkan elektrokardiogram pada pergelangan tangan dan pergelangan kaki Jungkook, dan Pulse Oximtery di ujung jarinya. Hal itu dilakukan agar dapat mengetahui irama jantung atau mendeteksi keberadaan iskemik dan infark miokard. Dan juga untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah.

Jimin terus memperhatikan waveform pada layar monitor yang menunjukkan detak jantung Jungkook. Benda itu selalu menampilkan garis-garis yang tidak stabil. Tapi itu bagus. Karena itu tandanya Jungkook masih hidup. Jimin juga melihat Dextrose yang berisi cairan putih bening yang disambungkan melalui infus. Setahunya, dextrose adalah monosakarida yang dijadikan sebagai sumber energi bagi tubuh.

Selama perjalanan, Jimin tidak berhenti berdo’a untuk kesehatan Jungkook. Namun dia juga tetap menyumpah serapahi Taehyung yang tidak datang ke apartement Jungkook. Dia berkali-kali menelponnya, namun tidak di angkat. Padahal ada nada sambung. Dan terakhir, Jimin mengirim pesan kalau Jungkook kini ada di Severance Hospital. Dia berharap Taehyung datang dan bisa membuat Jungkook tersenyum.

Sesampainya di Severance hospital, para petugas membuka pintu karoseri ambulance dan mengeluarkan Jungkook. Mereka mendorong portable stretcher ke ruang IGD. Jimin menunggu dan duduk diluar ruang IGD sambil terus berdo’a. Dia menunduk sambil menyentuh dadanya yang berdebar sangat kencang. Dia tidak mau hal buruk menimpa orang yang sangat dicintainya.

Satu jam kemudian, seorang dokter keluar dari ruang IGD dan menepuk bahu Jimin pelan. Jimin mengangkat kepalanya dan terlihatlah pipi Jimin yang basah. Jimin segera mengusap pipinya kasar dengan tanganya dan berdiri sejajar dengan dokter itu.

“Dok, bagaimana keadaan Jungkook dok?”  Jimin mengguncangkan badan dokter itu terburu-buru. Dia berharap mendengarkan mendengar kabar baik dari dokter itu.

“Anda keluarganya?”  setelah Jimin mengangguk, dokter itu menyuruh Jimin agar ikut bersamanya ke ruangan kerjanya.

“Apakah pasien Jungkook memiliki riwayat serangan jantung?”

“Jungkook mengalaminya sewaktu kelas 10. Tapi setelah itu sampai sekarang, dia tidak pernah mengalaminya lagi.”

Dokter itu menghela nafasnya pelan, terlihat seperti pasrah, “Pantas saja.”

“Ada apa dokter? Jungkook baik-baik saja bukan?”

“Jungkook menderita Kardiomiopati Iskemik, yaitu lemahnya otot jantung. Hipertiroidisme dapat menyebabkan iskemia sekunder. Jika dibiarkan, pasien bisa mengalami Infark Miokard, yaitu penumpukan lemak di bagian jantung dan membuat pembuluh darah sempit dan kadar oksigen yang masuk semakin sedikit. Pasien bisa terkena gagal jantung.”

Jimin memang tidak terlalu mengetahui istilah-istilah yang dikatakan dokter tadi. Tapi satu yang ia mengerti. Yaitu gagal jantung. Setahunya, gagal jantung adalah tahap akhir dari penyakit jantung. Keadaan dimana jantung seseorang tidak memompa darah sebanyak yang dibutuhkan tubuh. Namun jika dibiarkan saja, orang itu akan mati. Karena seperti yang dibilang tadi, gagal jantung adalah tahap terakhir dari semua penyakit jantung.

“Anda tahu bukan kalau Jungkook mengalami pusing yang teramat pusing, keringat dingin, kakinya yang membengkak, dan rasa nyeri didada kiri saat malam hari? Itu semua adalah gejalanya.”

Jimin mengangguk pelan. Jimin tahu. Ya, sangat tahu kalau Jungkook mengalami hal seperti itu. Namun dia tidak tahu kalau itu adalah gejala dari Kardiomiopati Iskemik. Ini semua salahnya, karena tidak membawa Jungkook lebih cepat kemarin. Ini semua salahmu Park Jimin, rutuk Jimin dalam hati.

“Lalu, apa yang harus saya lakukan agar Jungkook tetap selamat? Ada jalan lain kan dok?”

“Jungkook membutuhkan transplantasi jantung. Dan persediaan jantung di rumah sakit kami telah habis. Kami telah menghubungi seluruh rumah sakit yang ada di Korea, tapi tidak ada yang memiliki persediaan jantung. Sebenarnya masih ada rumah sakit yang masih memiliki persediaan, tapi itu mustahil.”


“Kenapa? Kenapa mustahil?”

“Pihak dari Asan Medical Center memberitahu kami kalau ada rumah sakit yang memiliki persediaan jantung yang masih segar. Tapi rumah sakit itu ada di Thailand. Sangat jauh, nak.”

“Tak apa. Asalkan Jungkook selamat. Saya mohon dok, terima saja persediaan jantung itu dok. Saya akan membayarnya berapa saja yang anda inginkan, dokter.”

“Anda seharusnya tahu, nak. Jantung yang masih segar hanya dapat bertahan selama 4 jam. Tidak kurang dan tidak lebih. Sedang jarak dari Thailand ke Korea sangatlah jauh.”

Tok tok

Jimin dan dokter itu menoleh ke arah pintu. Setelah dokter itu mempersilahkan masuk, seorang nurse mengatakan kalau ada seorang namja yang menunggunya. Dan namja itu segera masuk dan duduk disebelah Jimin. Namja itu adalah Taehyung.

“Akhirnya kau datang juga, brengsek.”

Taehyung hanya membalas senyum sinis Jimin dengan raut wajah datar. Lalu dia menoleh pada dokter yang ada didepannya, “Bagaimana dengan Jungkook?”

“Jungkook terkena Kardiomiopati Iskemik dan membutuhkan transplantasi jantung. Apakah anda mau mentransplantasikan jantung anda?”

“Apa?! Kau gila dok? Bagaimana bisa aku memberikan jantungku kepada .. “

“Biarkan saya saja dok yang akan mendonorkan jantung untuk Jungkook.”

Taehyung hanya melirik sekilas pada Jimin lalu melenggang pergi. Sepertinya, Taehyung benar-benar tidak memperdulikan keadaan Jungkook yang sedang mengalami hal serius. Tapi biarlah. Jimin tidak terlalu menggubris mengenai hal itu. Sekarang yang terpenting baginya adalah keselamatan Jungkook.

0-0-0-0

Perlahan tapi pasti. Jungkook membuka matanya perlahan. Dia mengedipkan matanya berkali-kali untuk menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke dalam matanya. Dia memperhatikan sekeliling. Rumah sakit. Tercium dari bau obat yang menguar dari segala penjuru ruangan.

Tiba-tiba kepalanya terasa pusing saat dia mencoba untuk bangun. Tapi Jungkook tidak terlalu peduli. Yang terpenting adalah dia bisa duduk. Jungkook memegang kepalanya yang sedikit sakit dan memperhatikan lagi ke sekitar ruangan yang nampak kosong dan sunyi.

“Hyung.. Jimin hyung? Kau ada dimana?” Jungkook membuka mulutnya dan mulai memanggil-manggil temannya. Entah mengapa, tapi dia merasakan keberadaan Jimin disekitarnya, namun Jungkook tidak melihat siapapun dikamarnya. Hal itu membuatnya takut.

“Jimin hyung… Ku mohon keluar lah.. Ini sama sekali tidak lucu..”

“Jimin hyung… Aku takut sendirian di sini..”

“Jimin hyung.. Ku mohon temani aku.. Aku lapar hyung.. Aku ingin makan bacon potato bersamamu..”

Dan percayalah. Didalam pikiran Jungkook tidak ada nama Taehyung, hanya ada nama Jimin dipikirannya. Jungkook berkali-kali memanggil nama temannya itu, namun nihil. Dia tidak mendapat jawaban dari siapapun. Ruangan itu benar-benar sunyi. Dia bahkan bisa mendengarkan hembusan napasnya sendiri.

“Jimin hyung… Cepatlah datang.. Aku benar-benar merindukanmu..”

“Jimin hyung… Kau dimana heumm?”

Setetes buliran bening jatuh dari kedua kelopak mata indah Jungkook. Dan tetesan itu menjadi aliran bening yang membentuk seperti sungai kecil yang mengalir dipipinya. Semakin lama semakin deras. Jungkook menangis. Dia benar-benar khawatir dengan Jimin. Dia merindukan Jimin.

Wajah tersenyum Jimin terus menggelayuti pikirannya. Senyuman manis itu, benar-benar Jungkook rindukan. Aliran di kedua pipinya semakin deras seiring semakin kerasnya Jungkook memikirkan Jimin. Jungkook meremas dadanya pelan. Semua memori tentang kebersamaan mereka terngiang kembali di otaknya. Entah mengapa, tapi semua ingatan itu membuat Jungkook merasakan hal buruk terjadi pada Jimin. Hal yang sangat buruk.  Hal yang membuatnya tidak bisa melihat senyuman indah maupun kata-kata manis dari Jimin lagi.

Jungkook memperhatikan beberapa jarum infus yang menusuk tangannya. Dia langsung menarik paksa jarum infus itu bersamaan dengan plesternya. Sakit? Rasanya benar-benar sakit. Dia bahkan seperti merasakan kalau tangannya sobek dan terasa seperti dibakar. Namun dia tidak terlalu peduli. Dia berlari keluar dari ruang rawatnya dan tepat pada saat itu, dokter Ahn, dokter yang bertanggung jawab menangani  Jungkook, berada didepan ruang rawat Jungkook.

“Apa yang terjadi?” dokter itu melihat nafas Jungkook naik turun, tubuh yang gemetar, mata merah, pipi basah, serta tangan yang tersisa bekas tusukan jarum infus.

Dokter itu meraih tangan Jungkook dan menatap Jungkook, “Anda melepasnya?”

“Dokter… dimana Jimin?”

“Jimin? Maaf, tapi saya tidak pernah mendengar nama itu.” 

Bohong. Dokter itu bohong. Jelas-jelas dia yang membedah Jimin dan mengambil jantungnya untuk di transplantasi. Tapi dia tidak boleh mengatakan dimana Jimin sekarang berada. Dokter itu telah berjanji pada Jimin untuk merahasiakan keberadaannya. Karena ini demi kebahagiaan Jungkook.

Jungkook mundur beberapa langkah sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia melepaskan genggaman tangan dokter itu. Tubuhnya yang bergetar semakin tegang. Dan detik berikutnya, Jungkook berlari dan pergi dari rumah sakit.

Sampai didepan rumah sakit, dia kebingungan. Jungkook tidak membawa uang. Dirinya bahkan masih mengenakan pakaian pasien. Lalu bagaimana caranya dia bisa pergi ke apartemen Jimin tanpa uang?  Dia menoleh ke kanan dan kiri mengharapkan bantuan. Dan tepat saat itu, ada seseorang yang menyerukan namanya. Jungkook menoleh dan melihat pamannya sedang berjalan ke arahnya.

“Sedang apa kau disini?”

“Paman, antarkan aku ke rumah Jimin.”

Melihat Jungkook yang sepertinya akan menangis dan tubuhnya yang gemetar, paman Jungkook hanya mengangguk dan segera menarik Jungkook ke parkiran mobil.

0-0-0-0

Jungkook kembali ke mobil pamannya. Gagal. Tidak ada. Jimin tidak ada di apartemennya. Padahal barang-barang Jimin masih ada didalam. Tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Jimin. Bahkan lampunya saja masih mati semua. Jungkook benar-benar merasakan pertanda buruk.

Baru setelah itu dia teringat Taehyung, kekasihnya. Dia ingin menanyakan keberadaan Jimin. Dia juga ingin bertanya mengapa Taehyung tidak menemaninya di ruang rawat. Paman Jungkook yang memang sudah tahu keberadaan rumah Taehyung langsung tancap gas.

Jungkook menekan beberapa angka untuk memasukkan kode sandi apartemen Taehyung. Berhasil. Dia membuka pintu itu perlahan. Kemudian telinganya menangkap suara-suara aneh dari kamar Taehyung. Jungkook yang penasaran segera mengintip dibalik celah pintu kamar Taehyung yang tidak ditutup sempurna.

“Asshh.. Eungghh.. Hyungghh ouuhh fassterrhh yeaahhh.”

Jungkook terpaku mendengar suara desahan yang diyakini sebagai suara Taehyung. Jungkook menelan ludahnya kasar dan membuka pintu itu lebar-lebar. Mengenaskan. Bolehkah Jungkook mengeluarkan air mata berharganya itu untuk kesekian kalinya? Cukup rasa sakit karena penyakitnya. Cukup rasa sedih karena ketidak berhasilannya menemukan Jimin. Lalu sekarang? Dia harus kecewa.

Jimin benar. Taehyung bukanlah orang yang baik untuknya. Taehyung tidak benar-benar mencintainya. Taehyung tidak memiliki rasa tulus padanya. Taehyung mempermainkannya. Jimin benar.

Akhirnya Jungkook mengeluarkan cairan bening itu lagi dari sudut matanya. Perlahan dia membuka bibirnya, “Taehyung hyung.  Jin hyung.”  Kedua orang itu menghentikan aktifitas mereka sejenak. Mereka menoleh bersamaan ke arah pintu, di tempat Jungkook berdiri terpaku.

Taehyung yang tetap mempertahankan posisinya dibawah dan Jin yang berhenti memaju mundurkan pinggulnya, membuat hati Jungkook teriris. Tubuh mereka benar-benar menyatu. Melihat kedua orang itu yang sepertinya tidak memiliki niatan untuk merubah posisi, mau tidak mau Jungkook memundurkan langkahnya dan segera berbalik untuk segera pergi. Dia merasa telah mengganggu mereka.

Tidak. Harapan Jungkook agar Taehyung mengejarnya dan menarik tangannya ternyata hanya sia-sia. Harapan kosong. Mustahil. Jungkook membalikkan badannya dan menatap pintu apartemen Taehyung yang masih tertutup rapat dari ujung lorong dengan senyum miris. Taehyung tidak memperdulikannya.

“Hahaha seperti biasa, bukankah Taehyung hyung selalu meninggalkanku saat sore? Seharusnya hal ini juga sudah biasa kan? Hahaha.”

Jungkook tertawa. Yah tawaan yang terdengar miris dan menyayat hati. Air mata tidak berhenti mengalir dari kedua sudut matanya. Dia meremas dadanya yang terasa sangat sakit. Seharusnya dia tidak merasakan sakit, karena dia yakin kalau dia baik-baik saja. Dia merasa sehat. Walau kenyataannya tidak. Hatinya benar-benar lara melihat orang yang selama dia cintai ternyata mengkhianatinya. Dan dia menyesal tidak melirik Jimin sedikitpun yang jelas-jelas sangat baik dan mencintainya dengan tulus.

Bisakah ia memutar waktu?

0-0-0-0

Jungkook duduk di rerumputan di Hyochang Park, sendirian. Dia tidak melihat Taehyung. Padahal ini sudah sore. Memang seharusnya Jungkook tidak lagi mengharapkan kedatangan namja itu. Tapi entah mengapa, dia ingin melihat Taehyung lagi setelah semalaman dia menangis. Hingga matahari sudah terbenam, Jungkook masih setia duduk disana.

“Jungkook.”

Jungkook menoleh, dia mendapati Taehyung berdiri dibelakangnya sambil tersenyum tipis. Jungkook membalas senyuman itu. Entah mengapa, melihat senyuman Taehyung membuat dadanya terasa sakit. Tanpa banyak bicara lagi, Taehyung duduk disamping Jungkook.

“Kita harus mengakhiri hubungan ini.”

Sudah terduga. Jungkook sudah tahu alasan Taehyung menemuinya. Mungkin hal itulah yang membuat senyuman Taehyung terasa berbeda tadi. Jungkook menggeleng pelan, “Kau tidak boleh meninggalkanku hyung, setidaknya sampai aku menemukan Jimin hyung. Kemarin dia..”

“Dia sudah mati. Untuk apa kau mencari orang yang sudah mati?”

Perkataan Taehyung yang begitu datar dan santai membuat Jungkook tersentak. Sungguh dia tidak percaya dengan perkataan Taehyung. Mati? Kapan? Mengapa? Apakah dia mengalami kecelakaan atau sakit? Setidaknya itulah yang memenuhi otak Jungkook. Belum sempat Jungkook membuka bibirnya lagi, perkataan Taehyung membuatnya teriris dan benar-benar ingin menangis.

“Jimin mendonorkan jantungnya untuk di transplantasikan padamu. Entah apa yang ada diotaknya hingga dia berani melakukan hal seperti itu. Yang ku tahu, Jimin telah mati setelah mendonorkan jantungnya. Bagaimana cara dia mati? Entahlah. Yang jelas dokter mengambil jantung Jimin dalam keadaan mati.”

Setelah itu Taehyung beranjak dari tempatnya duduk, berbalik dan melangkahkan kakinya pergi. Baru 2 langkah berjalan, Taehyung menghentikan langkahnya dan melirik sekilas pada Jungkook, “Aku berbohong soal Jin hyung padamu. Marga kami memang sama, tapi kami bukanlah saudara. Kami akan menikah lusa,” setelah itu Taehyung benar-benar pergi meninggalkan Jungkook sendirian.

Jungkook masih diam terpaku, semua kalimat yang diucapkan Taehyung bukanlah apa yang dia inginkan. Semua pernyataan Taehyung jauh dari perkiraan dan harapannya. Jimin meninggal demi dirinya? Jungkook memegang dada kirinya perlahan, menutup matanya, dan merasakan denyut jantungnya yang pelan dan tenang. Dia merasakannya. Merasakan keberadaan Jimin didekatnya. Pantas saja dia merasakan keberadaan JImin saat di rumah sakit. Itu adalah jantung milik Jimin.

Senyuman manis Jimin, tergambar begitu jelas di otaknya. Sentuhan Jimin yang terasa menyenangkan membuatnya tenang dan merasa terlindungi. Semua nasihat dan kata-kata manis Jimin membuatnya sadar kalau masih ada orang yang memperdulikannya. Dia menyesal mengapa dulu dia lebih memilih Taehyung daripada Jimin. Jimin lebih baik beribu kali lipat dari Taehyung. Apakah Jungkook baru menyadarinya? Tidak. Jungkook sudah menyadarinya, dia hanya salah memilih.

Kali ini, dia benar-benar sendirian. Tak ada lagi Jimin yang menemaninya. Tak ada lagi yang bisa mewarnai hari-harinya. Jimin telah pergi untuk selamanya. Begitupun dengan Taehyung. Walau Taehyung tidak meninggal, namun Jungkook menganggap kalau Taehyung sudah pergi selamanya dari hidupnya.

Jungkook menekuk lututnya dan memeluknya. Dia menundukkan kepalanya dan menangis sesenggukan. Dia benar-benar menyesal dengan semuanya.


“Jimin hyung……”


END


Maafkan kalau bahasanya mungkin masih berantakan dan kalian kurang paham. Gw mah emang begini orangnya/? . Sebenernya ratingnya mau ganti A, soalnya disini seperti ff adult dan banyak unsur yang mengharuskan berfikir. Kalo kalian gamikir ada kemungkinan kaga bakal mudeng. Tapi berhubung ff rating A itu limited dan banyak yang kaga tau, ya udah jadinya diganti T+ aja:"vv
 kalo boleh minta komentnya yehet:))

8 komentar:

  1. Baper thor :" daebak lah sampe bikin gue nangis kejer kejer(?) :"v . Itu si taehyung pengen gw bejek-bejek-"- tega banget kalo g cinta ya bilang langsung jangan bikin jungkook merana..(jd keinget masalalu *eh) .Daebak lah!! XD

    BalasHapus
  2. wuahhh daebak thor :3 gua ampe nangis hiks..hiks.. airmata gua udah segalon abis .. gua terharu banget ama pegorbanan jimin thoorr hueee gua nangis lagi kan T-T.. taetae jahat bener ninggalin kookie oppa yang tamvan rupawan ntuh.. jadi pengen gua gigit ntuh alien.. huee, pkok nya daebaakkk thor :D

    BalasHapus
  3. hiks.hiks.. sedih aq bca.. Daebak pnya.. jimin mati gitu aja.. Taehyung jahat. PLEASE.. bt yg lain pulak.. ; ) NICE

    BalasHapus
  4. huu huu... thor keren banget...
    10 jempol deh buat author;)

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. huu huu... thor keren banget...
    10 jempol deh buat author;)

    BalasHapus
  7. Gila ni ff keren bgt ya.gue suka bgt sama penulisan sederhana author. Ga kebanyakan istilah aneh, bahasanya ga dibuat2 (istilahnya pake bahasa rumit yg kadang jatohnya lebay n aneh buat dijabafin) tapi ini ga. Gue suka bgt! Alurnya juga baguss pokoknya kerennnn dehh.semangat buat authornya buat terus berkarya!

    BalasHapus
  8. Gila ni ff keren bgt ya.gue suka bgt sama penulisan sederhana author. Ga kebanyakan istilah aneh, bahasanya ga dibuat2 (istilahnya pake bahasa rumit yg kadang jatohnya lebay n aneh buat dijabafin) tapi ini ga. Gue suka bgt! Alurnya juga baguss pokoknya kerennnn dehh.semangat buat authornya buat terus berkarya!

    BalasHapus