Author : Riska Jung
Title : Disappointment
Cast : Jeon Jeongguk a.k.a Jungkook BTS
Park Jimin a.k.a Jimin BTS
Kim Taehyung a.k.a Taehyung BTS
Genre : Angst, Hurt, Comfort
Rating : T+
Length : Oneshoot
Warning!! This is a yaoi fanfiction. Don't like don't read.
Tapi tenang aje, kaga ada NC nya kok :"vvv
0-0-0-0
Angin sore yang sejuk berhembus pelan di sepanjang jalan Hyochangwon-ro,
tepatnya di Hyochang Park. Angin sore itu menerpa lembut pipi namja yang sedang
berjalan pelan melewati jalanan itu. Angin itu serasa bagaikan belaian lembut
yang halus di pipinya. Dia sangat menyukainya. Berjalan sendirian di jalanan
ini sambil merasakan terpaan angin sore yang membuatnya tenang.
Perlahan dia melangkahkan kaki panjangnya melewati beberapa anak tangga.
Senyuman tidak pernah lepas dari kedua sudut bibirnya. Matanya yang indah
terpejam menikmati kesunyian yang membuatnya tenang. Dia sudah hafal, bahkan
terlalu hafal jalan disekitar sini. Karena hampir setiap sore dia kemari. Tidak
hanya untuk menikmati angin sore, tapi juga untuk alasan lain.
Namja berambut karamel dengan senyuman manis yang selalu tergambar dan
menghiasi wajah manisnya. Itulah yang membuat Jungkook -namja tadi- membuatnya
sering sekali pergi kemari. Seperti saat ini, ia datang menemui namja berambut
karamel itu dan duduk disampingnya.
“Sore Taehyung hyung,” sapaan itu membuat Taehyung -namja berambut
karamel- membuyarkan lamunannya dan menoleh pada Jungkook yang tengah
menatapnya dengan senyuman manis.
“Sore juga Jungkook.”
Tidak ada pembicaraan lagi setelah itu. Keduanya terdiam sambil menatap
langit senja yang berwarna oranye gelap. Benar-benar pemandangan yang indah.
Indah untuk dinikmati kedua namja ini.
Sampai sesuatu terasa bergetar disaku celana Taehyung. Taehyung merogoh
sakunya dan mengambil benda persegi panjang berwarna putih dengan gantungan
singa kecil lucu yang bergelayut di ujung handphonenya. Setahu Jungkook,
Taehyung memang sangat menyukai singa. Bahkan dia tahu kalau di kamar Taehyung
juga banyak boneka singa -yang seharusnya tidak dimiliki namja.
Taehyung menggeser tombol hijau dan mengarahkannya ke telinga kanannya,
“Ada apa hyung?”
Jungkook tahu. Setelah ini dia akan ditinggalkan lagi oleh Taehyung. Itu
adalah kebiasaan Taehyung setiap mereka selalu bersama. Jika orang itu
menelepon Taehyung, dan Taehyung mengangkatnya -tentu saja- pasti di waktu yang
sama, Taehyung segera pergi dari pandangan matanya.
Jujur saja, Jungkook tidak suka seperti ini. Dia tidak suka Taehyung
langsung pergi dari hadapannya saat dia mendapat panggilan telepon dari orang
lain. Tapi dia bisa apa? Dia ingin menarik tangan Taehyung, tapi dia tidak
memiliki cukup keberanian untuk melakukan hal tersebut. Jika dia mencegah
Taehyung, dia takut kalau Taehyung marah dan memutuskan hubungan mereka. Hubungan?
Yah mereka adalah sepasang kekasih yang baru terjalin selama 1 bulan.
“Maafkan aku Jungkook-ya, aku harus segera pergi. Jin hyung membutuhkan
bantuanku. Selamat tinggal.”
Jin.
Nama yang tidak dia sukai.
Selamat tinggal.
2 kata yang paling dibenci Jungkook.
Namun pada akhirnya dia mengiyakan perkataan Taehyung. Dia melambaikan
tangannya pada Taehyung, namun Taehyung tidak membalasnya. Tentu saja. Bagaimana
dia mau membalasnya? Melihat saja tidak. Taehyung langsung berbalik pergi saat
Jungkook menganggukkan kepalanya. Selalu seperti itu.
Jungkook menurunkan tangannya perlahan dan tersenyum pahit. Benar-benar
menyedihkan. Senyuman manisnya luntur disaat itu juga. Dia adalah kekasih
Taehyung. Tapi dia tidak pernah merasa seperti seseorang yang memiliki kekasih.
Karena pada dasarnya, Taehyung tidak pernah sedikitpun memberi perhatian khusus
lagi padanya. Dia merasa iri dan cemburu pada Jin yang bisa menelepon Taehyung
dan langsung dituruti oleh Taehyung.
Dengan segera Jungkook menggelengkan kepalanya cepat. Bagaimana bisa ia memikirkan
hal seperti itu? Dia beranjak dari tempatnya duduk dan mulai berjalan menuruni
tangga. Dia berjalan perlahan dan meraih handphonenya saat handphonenya
bergetar. Bukan panggilan telepone, tapi pesan. Bukan dari Taehyung, namun dari
Jimin, teman dekatnya yang menyukainya, namun dia tolak.
Aku tahu kau ada di Hyochang Park. Sekarang cepatlah pergi kedepan, aku
menunggumu Kookie-ya. Aku akan mengajakmu makan malam dan mengantarmu pulang.
Itulah isi pesan dari Jimin. Dia menaruh handphonenya kembali ke sakunya
dan mempercepat langkahnya. Dia sudah sangat kelaparan. Padahal tadi dia
berniat mengajak Taehyung makan malam, tapi dia kalah cepat dari Jin, yang
diakui Taehyung sebagai kakak kandungnya. Jungkook percaya saja dengan ucapan
Taehyung, karena marga mereka sama sama Kim.
Jimin yang melihat Jungkook segera membuka pintu mobilnya untuk
Jungkook. Jungkook tersenyum dan masuk ke dalamnya. Tanpa banyak bicara lagi,
Jimin melajukan mobilnya dan mobilnya meluncur begitu saja dijalanan yang tidak
terlalu ramai. Sama seperti Jungkook, Jimin pun juga sudah kelaparan. Pekerjaan
kantornya membuatnya tidak bisa melewatkan waktu sarapan maupun jam makan
siang.
“Kau ke Hyochang naik bus lagi?” Jungkook mengangguk pelan menjawab
pertanyaan Jimin.
“Kau ingin makan apa jung?”
“Hmm.. Kurasa aku ingin makan pizza, hyung,” Jungkook menggaruk
tengkuknya yang tidak gatal. Sedang Jimin hanya terkekeh kecil sambil menganggukan
kepalanya. Jimin tahu. Jimin tahu makanan apa yang disukai Jungkook.
Jimin menghentikan mobilnya dan memarkirkannya didepan restaurant Pizza
Hut di kawasan Hangang-daero 88-gil. Dia membuka pintu mobilnya, begitupun
dengan Jungkook. Mereka masuk bersama dengan senyuman lebar, terutama Jungkook
yang sebentar lagi akan menyantap makanan favoritnya.
Kini mereka berdua sudah duduk manis dibarisan pinggir tengah, sebelah
jendela. Mereka duduk berhadapan. Jungkook tersenyum lebar dan membaca buku
menu yang disodorkan oleh salah satu pelayan yang baru saja datang menghampiri
mereka. Jimin tahu pasti, apa yang akan menjadi pilihan Jungkook. Pilihan pizza
yang sangat disukai Jungkook.
“Aku ingin Rich Gold yang Bacon Potato dan dua minuman soda.”
Jimin tersenyum. Tebakannya benar. Hampir setiap mereka membeli pizza,
Jungkook memilih menu itu. Dia benar-benar penggila Bacon.
“Baiklah. Harganya 32,900 Won, tuan,” pelayan itu mencatat sesuatu di
sebuah kertas dan menundukkan kepalanya sopan. Jimin mengeluarkan dompetnya dan
mengeluarkan beberapa lembraran uang sejumlah yang disebutkan pelayan tadi dan
menyodorkannya. Lalu pelayan itu mengambilnya dan melenggang pergi.
“Haft. Aku benar-benar berterima kasih padamu karena telah mengajakku
kemari dan memakan makanan kesukaanku lagi, Jimin hyung.”
Jimin tersenyum tipis dan mengacak rambut merah marun Jungkook, “Iya
Kookie-ya.”
“Hyung, berhentilah memanggilku Kookie. Itu seperti panggilan untuk anak
kecil.”
“Kau kan memang masih kecil.”
“Hyungg…..” inilah hal yang paling disukai Jimin. Disaat Jungkook
merajuk padanya.
Lalu jimin mengalihkan pandangannya ke jendela besar yang ada disamping
kirinya. Dia memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang serta berbagai macam
kendaraan yang melewati restaurant ini. Memang tidak ada yang menarik, tapi
Jimin tetap memandang keluar jendela. Dia tidak mau menghadap ke arah Jungkook,
bukan karena dia sedang malas. Tidak. Tapi dia tidak mau salah tingkah didepan
namja yang dia sukai. Lihatlah. Tidak ada hal menarik yang diperhatikan Jimin,
tetapi dia tersenyum. Apalagi kalau bukan Jungkook penyebabnya?
Sedang Jungkook hanya memainkan handphonenya bosan. Sebenarnya dia
sedang menunggu pesan ataupun telepon dari Taehyung. Tapi tidak ada satupun
notifikasi dari Taehyung. Jungkook menghembuskan nafasnya pelan. Mungkin dia
sedang membantu Jin atau sedang mandi atau sedang makan atau sedang membereskan
kamarnya.
“Taehyung belum menghubungimu?”
pertanyaan Jimin membuat Jungkook tersadar dari lamunannya.
“Belum.”
Jimin menghembuskan nafasnya panjang, “Dia tidak benar-benar
mencintaimu.”
“Tidak hyung. Dia benar-benar mencintaiku. Dia masih belum menghubungiku
karena mungkin dia sedang sibuk sekarang,” Jungkook menggelengkan kepalanya
berulang kali menolak perkataan Jimin, perkataan yang mungkin saja ada
benarnya. Tapi dia dengan cepat menghalau pikiran negatif itu. Dia percaya dan
akan selalu percaya pada Taehyung.
“Kookie, dengarkan aku,” Jimin meraih kedua tangan Jungkook dan
menggenggamnya erat, “Rasa cintaku dan Taehyung padamu berbeda. Aku benar-benar
tulus mencintaimu. Dan kalaupun Taehyung memang benar-benar mencintaimu,
sesibuk apapun dia pasti akan menghubungimu.”
“Tidak hyung. Taehyung mencintaiku dengan tulus. Dia pernah
mengatakan kalau sebentar lagi dia akan segera melamarku.”
“Sebentar lagi? Tapi kapan? Jika kau memilih untuk bersamaku, bisa ku
pastikan kita akan menikah bulan depan.”
Jungkook perlahan melepas genggaman tangan Jimin dan tersenyum tipis.
Dia menggelengkan kepalanya berulang kali, “Maaf hyung. Aku tidak bisa
bersamamu. Mungkin kau memang sangat mencintaiku, tetapi aku hanya mencintai
Taehyung. Maafkan aku, hyung.”
Inilah yang membuat hati Jimin terasa sangat sakit bagaikan ditusuk
ribuan jarum. Penolakan. Lagi-lagi dia mendapatkan penolakan yang diucapkan
secara terang-terangan dari bibir Jungkook, orang yang benar-benar sangat
dicintainya. Sedih? Kecewa? Sudah pasti itulah yang dirasakannya sekarang. Tapi
mau bagaimana lagi? Dia juga tidak bisa memaksa kehendak Jungkook. Karena sama
saja dia menghalangi kebahagiaan Jungkook.
Jimin menutupi kepedihan hatinya dengan senyuman tipis di kedua sudut
bibirnya. Senyuman yang tergambar sedang benar-benar sedang merasakan sakit.
Sebenarnya Jungkook merasa kasihan pada Jimin. Bagaimanapun, Jimin
adalah teman baiknya yang sudah dekat dengannya sejak 7 tahun lalu. Jadi dia
mengerti benar mengenai semua hal yang berkaitan dengan Jimin. Dia tahu
segalanya tentang Jimin. Dia tahu betapa baik dan perhatiannya Jimin kepadanya.
Dan semua hal itu, hanya Jungkook kira sebagai tanda sayang seorang sahabat.
Sedang Taehyung? Mereka berkenalan baru 3 bulan yang lalu. Dan bulan
lalu Taehyung menyatakan perasaan padanya. Hal itu membuatnya senang. Dia
memang sangat menyukai Taehyung dari sejak awal mereka bertemu di Hyochang
Park. Saat Jungkook terpeleset dari tangga, dan Taehyung yang dengan sigap
menangkap tubuhnya. Di situ awal mereka berkenalan dan berbincang bersama. Mereka
selalu bertemu di setiap sore. Biasanya Jungkook juga berkunjung ke apartemen
Taehyung. Mungkin dari sana lah rasa suka Jungkook tumbuh menjadi cinta.
Senyuman Taehyung. Perhatian Taehyung. Kata-kata manis Taehyung. Semua
hal itu membuat Jungkook merasa nyaman dan menerima Taehyung begitu saja bulan
lalu. Jungkook pun sebenarnya menyadari kalau dia masih belum terlalu mengenal
Taehyung. Tapi Jungkook tidak terlalu memperdulikannya. Minggu awal mereka
berpacaran, Taehyung selalu mengajak Jungkook bermain ke apartemennya. Bermain
video game. Minggu kedua mereka berpacaran, Taehyung mengatakan kalau dia akan
melamar Jungkook sebentar lagi. Dan minggu ketiga mereka berpacaran, Taehyung
mengenalkan Jin padanya.
Sejak itu Taehyung jarang tersenyum padanya.
Sejak itu Taehyung jarang menghubunginya lagi.
Sejak itu semua perhatian Taehyung hilang.
Sejak itu Taehyung sering meninggalkannya sendirian.
Sejak itu Taehyung berubah.
Mereka memang masih bisa setiap hari bertemu. Tapi hanya setiap sore,
hanya di Hyochang Park. Jungkook tidak pernah berani lagi mengunjungi apartemen
Taehyung, bukan karena dia tidak mau. Tapi Taehyung yang melarangnya. Entahlah.
Dia tidak pernah tahu alasan pastinya. Karena Jungkok tidak pernah memiliki
waktu untuk menanyakannya. Mereka bertemu hanya untuk mengatakan, “Selamat
sore.” Jungkook menanyakannya di pesan, tapi tidak pernah mendapat balasan.
Jungkook meneleponnya, namun tidak pernah di angkat pleh Taehyung.
“Ini dia pesanan anda.”
Perkataan pelayan itu membuat Jungkook maupun Jimin membuyarkan lamunan
mereka. Mereka tersenyum pada pelayan itu. Setelah pelayan itu pergi, Jungkook
langsung meminum minuman sodannya dan mengambil potongan pizza bagiannya.
Diikuti oleh Jimin yang ikut menyantap pizza itu. Mereka berdua makan hingga
mereka kenyang.
0-0-0-0
Hari ini Jimin berencana mengunjungi Jungkook -tepatnya menjenguk.
Sehabis memakan pizza kemarin, tiba-tiba Jungkook mengatakan padanya kalau
kepalanya benar-benar terasa pusing serta sesak napas dan dia tidak bisa
berjalan karena kakinya yang tiba-tiba membengkak. Jimin bukanlah dokter, dan
karena Jungkook yang tidak mau dibawa ke rumah sakit, akhirnya Jimin hanya
mengantarnya pulang. Sebenarnya Jimin sangat mengkhawatirkan Jungkook dan
memintanya untuk menginap di apartemennya, tapi Jungkook menolaknya.
Jungkook takut kalau Taehyung tahu dirinya menginap di apartemen Jimin
dan menyebabkan Taehyung marah. Jimin hanya mengiyakan saja, walau dia ingin
sekali menjawab, “Taehyung tidak akan memperdulikanmu. Dia bahkan tidak
menghubungimu sampai sekarang. Dan kau masih memikirkannya saat keadaanmu
sakit?” tapi Jimin menahannya. Dia tidak mau Jungkook merasa tertekan lagi.
Kemarin Jimin sudah mengirim pesan pada Taehyung kalau Jungkook sakit
dari handphone Jungkook saat Jungkook tertidur dimobilnya. Dan mau tidak mau, Jimin
berharap kalau Taehyung sedang bersama Jungkook. Setidaknya hal itu membuat
dirinya yakin kalau Taehyung masih memperdulikan Jungkook walaupun dia harus
menahan sakit karena rasa cemburu. Tapi dia tidak boleh egois, Jungkook sedang
sakit.
Jimin menekan beberapa tombol angka untuk kode room apartemen Jungkook
dan masuk ke dalam. Dia masuk perlahan dan tidak menemukan sepatu asing didepan
ruang duang depan apartemen Jungkook, bahkan sususan sepatu Jungkook masih sama
seperti semalam. Itu berarti tidak ada orang lain yang mengunjunginya.
Terdengar ada suara seseorang yang mengerang kesakitan dari arah kamar
Jungkook. Jimin yang benar-benar khawatir karena tidak ada orang lain yang
menemani Jungkook semalaman langsung berlari menuju kamar Jungkook.
Dia membuka pintu kamar Jungkook yang tidak dikunci dan menemukan Jungkook
yang menggeliat didalam selimut sambil
memegangi kepalanya. Terlihat sangat menyiksa. Jimin berlari ke arahnya dan
memeluk Jungkook.
“Apa kau merasa pusing lagi?”
sungguh. Jimin ingin menangis melihat Jungkook yang sepertinya
benar-benar tersiksa. Dia mengelap keringat dingin yang bercucuran di dahi
Jungkook dengan tangannya. Rambut Jungkook benar-benar basah oleh keringatnya
sendiri.
“Sakit hyung.. Ini bahkan lebih sakit dari kemarin. Dada kiriku juga
terasa sangat ngilu sejak semalam hyung. Arrggghhh!!” Jungkook berteriak sambil
terus menggeliat kesakitan dengan tangannya yang memegangi kepalanya. Dia
berteriak kesakitan.
“Dimana Taehyung!! Kenapa dia tidak datang?!”
“Tidak hyung.. Taehyung hyung tidak dat.. Arrgghhh sial ini sakit sekali
hyung!!” untuk pertama kalinya dia
melihat Jungkook menangis. Benar-benar menangis. Jungkook, sesakit itukah? Batin Jimin. Sepertinya sebentar lagi dia
juga akan menangis.
“Kita ke rumah sakit sekarang!!”
“Tidak hyung.. Aku tidak bisa
berjalan.. Kakiku terasa sangat sakit dan berdenyut terus hyung..”
Jimin menarik selimut yang menutupi tubuh Jungkook dan dia benar-benar
terkejut. Kaki Jungkook benar-benar bengkak. Bahkan lebih parah dari kemarin.
Jimin yang bingung harus bagaimana, segera menelepon ambulance. Ia langsung
menekan tombol (02) 361 - 6540 di handphonenya. Nomor untuk Yonsei University
Gangnam Severance Hospital.
“CEPAT DATANGKAN AMBULANCE KE MAPO DISTRICT KAWASAN GONGDEOK-DONG DI MALLIJAEYET-GIL
APARTEMENT LANTAI 7 NOMOR 1342!!” Jimin berteriak di telpon saat detik pertama
telponnya di angkat. Tanpa menunggu jawaban, Jimin langsung menutupnya. Karena
dia tahu, mereka akan mendatangkan ambulance dengan cepat.
Jimin melihat ke arah Jungkook yang masih tetap menggeliat sambil
memegangi kepalanya. Teriakan Jungkook sangat menyayat hatinya. Jimin memeluk
Jungkook sambil meneteskan air matanya.
30 menit kemudian, terdengar sirine ambulance. Jimin langsung berlari ke
ruang depan dan membuka pintu depan. Tepat saat itu, beberapa petugas masuk,
lalu memberikan Jungkook obat bius chloroform
dan membawa Jungkook dengan folding portable stretcher. Jimin langsung menutup
kembali pintu apartement Jungkook dan memasuki lift bersama dengan petugas
lagi. Beruntung sekali karena lift ini cukup lebar hingga stretcher bisa muat.
Setelah itu Jimin memasuki karoseri ambulance, bersama Jungkook
tentunya. Saat itu, Jimin memperhatikan para petugas lain yang mengeluarkan
emergency kit dan memasangkan segala sesuatu di tubuh Jungkook yang tidak Jimin
ketahui namanya. Yang dia tahu adalah, para petugas itu memasangkan elektrokardiogram
pada pergelangan tangan dan pergelangan kaki Jungkook, dan Pulse Oximtery di
ujung jarinya. Hal itu dilakukan agar dapat mengetahui irama jantung atau mendeteksi
keberadaan iskemik dan infark miokard. Dan juga untuk mengetahui kadar oksigen
dalam darah.
Jimin terus memperhatikan waveform pada layar monitor yang menunjukkan
detak jantung Jungkook. Benda itu selalu menampilkan garis-garis yang tidak
stabil. Tapi itu bagus. Karena itu tandanya Jungkook masih hidup. Jimin juga
melihat Dextrose yang berisi cairan putih bening yang disambungkan melalui
infus. Setahunya, dextrose adalah monosakarida yang dijadikan sebagai sumber
energi bagi tubuh.
Selama perjalanan, Jimin tidak berhenti berdo’a untuk kesehatan
Jungkook. Namun dia juga tetap menyumpah serapahi Taehyung yang tidak datang ke
apartement Jungkook. Dia berkali-kali menelponnya, namun tidak di angkat.
Padahal ada nada sambung. Dan terakhir, Jimin mengirim pesan kalau Jungkook
kini ada di Severance Hospital. Dia berharap Taehyung datang dan bisa membuat
Jungkook tersenyum.
Sesampainya di Severance hospital, para petugas membuka pintu karoseri
ambulance dan mengeluarkan Jungkook. Mereka mendorong portable stretcher ke
ruang IGD. Jimin menunggu dan duduk diluar ruang IGD sambil terus berdo’a. Dia
menunduk sambil menyentuh dadanya yang berdebar sangat kencang. Dia tidak mau
hal buruk menimpa orang yang sangat dicintainya.
Satu jam kemudian, seorang dokter keluar dari ruang IGD dan menepuk bahu
Jimin pelan. Jimin mengangkat kepalanya dan terlihatlah pipi Jimin yang basah.
Jimin segera mengusap pipinya kasar dengan tanganya dan berdiri sejajar dengan
dokter itu.
“Dok, bagaimana keadaan Jungkook dok?”
Jimin mengguncangkan badan dokter itu terburu-buru. Dia berharap
mendengarkan mendengar kabar baik dari dokter itu.
“Anda keluarganya?” setelah Jimin
mengangguk, dokter itu menyuruh Jimin agar ikut bersamanya ke ruangan kerjanya.
“Apakah pasien Jungkook memiliki riwayat serangan jantung?”
“Jungkook mengalaminya sewaktu kelas 10. Tapi setelah itu sampai
sekarang, dia tidak pernah mengalaminya lagi.”
Dokter itu menghela nafasnya pelan, terlihat seperti pasrah, “Pantas
saja.”
“Ada apa dokter? Jungkook baik-baik saja bukan?”
“Jungkook menderita Kardiomiopati Iskemik, yaitu lemahnya otot jantung.
Hipertiroidisme dapat menyebabkan iskemia sekunder. Jika dibiarkan, pasien bisa
mengalami Infark Miokard, yaitu penumpukan lemak di bagian jantung dan membuat
pembuluh darah sempit dan kadar oksigen yang masuk semakin sedikit. Pasien bisa
terkena gagal jantung.”
Jimin memang tidak terlalu mengetahui istilah-istilah yang dikatakan
dokter tadi. Tapi satu yang ia mengerti. Yaitu gagal jantung. Setahunya, gagal
jantung adalah tahap akhir dari penyakit jantung. Keadaan dimana jantung
seseorang tidak memompa darah sebanyak yang dibutuhkan tubuh. Namun jika
dibiarkan saja, orang itu akan mati. Karena seperti yang dibilang tadi, gagal
jantung adalah tahap terakhir dari semua penyakit jantung.
“Anda tahu bukan kalau Jungkook mengalami pusing yang teramat pusing,
keringat dingin, kakinya yang membengkak, dan rasa nyeri didada kiri saat malam
hari? Itu semua adalah gejalanya.”
Jimin mengangguk pelan. Jimin tahu. Ya, sangat tahu kalau Jungkook
mengalami hal seperti itu. Namun dia tidak tahu kalau itu adalah gejala dari
Kardiomiopati Iskemik. Ini semua salahnya, karena tidak membawa Jungkook lebih
cepat kemarin. Ini semua salahmu Park
Jimin, rutuk Jimin dalam hati.
“Lalu, apa yang harus saya lakukan agar Jungkook tetap selamat? Ada
jalan lain kan dok?”
“Jungkook membutuhkan transplantasi jantung. Dan persediaan jantung di
rumah sakit kami telah habis. Kami telah menghubungi seluruh rumah sakit yang
ada di Korea, tapi tidak ada yang memiliki persediaan jantung. Sebenarnya masih
ada rumah sakit yang masih memiliki persediaan, tapi itu mustahil.”
“Kenapa? Kenapa mustahil?”
“Pihak dari Asan Medical Center memberitahu kami kalau ada rumah sakit
yang memiliki persediaan jantung yang masih segar. Tapi rumah sakit itu ada di
Thailand. Sangat jauh, nak.”
“Tak apa. Asalkan Jungkook selamat. Saya mohon dok, terima saja
persediaan jantung itu dok. Saya akan membayarnya berapa saja yang anda
inginkan, dokter.”
“Anda seharusnya tahu, nak. Jantung yang masih segar hanya dapat
bertahan selama 4 jam. Tidak kurang dan tidak lebih. Sedang jarak dari Thailand
ke Korea sangatlah jauh.”
Tok tok
Jimin dan dokter itu menoleh ke arah pintu. Setelah dokter itu
mempersilahkan masuk, seorang nurse mengatakan kalau ada seorang namja yang
menunggunya. Dan namja itu segera masuk dan duduk disebelah Jimin. Namja itu
adalah Taehyung.
“Akhirnya kau datang juga, brengsek.”
Taehyung hanya membalas senyum sinis Jimin dengan raut wajah datar. Lalu
dia menoleh pada dokter yang ada didepannya, “Bagaimana dengan Jungkook?”
“Jungkook terkena Kardiomiopati Iskemik dan membutuhkan transplantasi
jantung. Apakah anda mau mentransplantasikan jantung anda?”
“Apa?! Kau gila dok? Bagaimana bisa aku memberikan jantungku kepada .. “
“Biarkan saya saja dok yang akan mendonorkan jantung untuk Jungkook.”
Taehyung hanya melirik sekilas pada Jimin lalu melenggang pergi.
Sepertinya, Taehyung benar-benar tidak memperdulikan keadaan Jungkook yang
sedang mengalami hal serius. Tapi biarlah. Jimin tidak terlalu menggubris
mengenai hal itu. Sekarang yang terpenting baginya adalah keselamatan Jungkook.
0-0-0-0
Perlahan tapi pasti. Jungkook membuka matanya perlahan. Dia mengedipkan
matanya berkali-kali untuk menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke dalam
matanya. Dia memperhatikan sekeliling. Rumah sakit. Tercium dari bau obat yang
menguar dari segala penjuru ruangan.
Tiba-tiba kepalanya terasa pusing saat dia mencoba untuk bangun. Tapi
Jungkook tidak terlalu peduli. Yang terpenting adalah dia bisa duduk. Jungkook
memegang kepalanya yang sedikit sakit dan memperhatikan lagi ke sekitar ruangan
yang nampak kosong dan sunyi.
“Hyung.. Jimin hyung? Kau ada dimana?” Jungkook membuka mulutnya dan
mulai memanggil-manggil temannya. Entah mengapa, tapi dia merasakan keberadaan
Jimin disekitarnya, namun Jungkook tidak melihat siapapun dikamarnya. Hal itu
membuatnya takut.
“Jimin hyung… Ku mohon keluar lah.. Ini sama sekali tidak lucu..”
“Jimin hyung… Aku takut sendirian di sini..”
“Jimin hyung.. Ku mohon temani aku.. Aku lapar hyung.. Aku ingin makan
bacon potato bersamamu..”
Dan percayalah. Didalam pikiran Jungkook tidak ada nama Taehyung, hanya
ada nama Jimin dipikirannya. Jungkook berkali-kali memanggil nama temannya itu,
namun nihil. Dia tidak mendapat jawaban dari siapapun. Ruangan itu benar-benar
sunyi. Dia bahkan bisa mendengarkan hembusan napasnya sendiri.
“Jimin hyung… Cepatlah datang.. Aku benar-benar merindukanmu..”
“Jimin hyung… Kau dimana heumm?”
Setetes buliran bening jatuh dari kedua kelopak mata indah Jungkook. Dan
tetesan itu menjadi aliran bening yang membentuk seperti sungai kecil yang
mengalir dipipinya. Semakin lama semakin deras. Jungkook menangis. Dia
benar-benar khawatir dengan Jimin. Dia merindukan Jimin.
Wajah tersenyum Jimin terus menggelayuti pikirannya. Senyuman manis itu,
benar-benar Jungkook rindukan. Aliran di kedua pipinya semakin deras seiring
semakin kerasnya Jungkook memikirkan Jimin. Jungkook meremas dadanya pelan.
Semua memori tentang kebersamaan mereka terngiang kembali di otaknya. Entah
mengapa, tapi semua ingatan itu membuat Jungkook merasakan hal buruk terjadi
pada Jimin. Hal yang sangat buruk. Hal yang
membuatnya tidak bisa melihat senyuman indah maupun kata-kata manis dari Jimin
lagi.
Jungkook memperhatikan beberapa jarum infus yang menusuk tangannya. Dia
langsung menarik paksa jarum infus itu bersamaan dengan plesternya. Sakit?
Rasanya benar-benar sakit. Dia bahkan seperti merasakan kalau tangannya sobek
dan terasa seperti dibakar. Namun dia tidak terlalu peduli. Dia berlari keluar
dari ruang rawatnya dan tepat pada saat itu, dokter Ahn, dokter yang
bertanggung jawab menangani Jungkook,
berada didepan ruang rawat Jungkook.
“Apa yang terjadi?” dokter itu melihat nafas Jungkook naik turun, tubuh
yang gemetar, mata merah, pipi basah, serta tangan yang tersisa bekas tusukan
jarum infus.
Dokter itu meraih tangan Jungkook dan menatap Jungkook, “Anda melepasnya?”
“Dokter… dimana Jimin?”
“Jimin? Maaf, tapi saya tidak pernah mendengar nama itu.”
Bohong. Dokter itu bohong. Jelas-jelas dia yang membedah Jimin dan
mengambil jantungnya untuk di transplantasi. Tapi dia tidak boleh mengatakan
dimana Jimin sekarang berada. Dokter itu telah berjanji pada Jimin untuk
merahasiakan keberadaannya. Karena ini demi kebahagiaan Jungkook.
Jungkook mundur beberapa langkah sambil menggelengkan kepalanya berulang
kali. Dia melepaskan genggaman tangan dokter itu. Tubuhnya yang bergetar
semakin tegang. Dan detik berikutnya, Jungkook berlari dan pergi dari rumah
sakit.
Sampai didepan rumah sakit, dia kebingungan. Jungkook tidak membawa
uang. Dirinya bahkan masih mengenakan pakaian pasien. Lalu bagaimana caranya
dia bisa pergi ke apartemen Jimin tanpa uang? Dia menoleh ke kanan dan kiri mengharapkan
bantuan. Dan tepat saat itu, ada seseorang yang menyerukan namanya. Jungkook menoleh
dan melihat pamannya sedang berjalan ke arahnya.
“Sedang apa kau disini?”
“Paman, antarkan aku ke rumah Jimin.”
Melihat Jungkook yang sepertinya akan menangis dan tubuhnya yang
gemetar, paman Jungkook hanya mengangguk dan segera menarik Jungkook ke
parkiran mobil.
0-0-0-0
Jungkook kembali ke mobil pamannya. Gagal. Tidak ada. Jimin tidak ada di
apartemennya. Padahal barang-barang Jimin masih ada didalam. Tapi tidak ada tanda-tanda
keberadaan Jimin. Bahkan lampunya saja masih mati semua. Jungkook benar-benar
merasakan pertanda buruk.
Baru setelah itu dia teringat Taehyung, kekasihnya. Dia ingin menanyakan
keberadaan Jimin. Dia juga ingin bertanya mengapa Taehyung tidak menemaninya di
ruang rawat. Paman Jungkook yang memang sudah tahu keberadaan rumah Taehyung
langsung tancap gas.
Jungkook menekan beberapa angka untuk memasukkan kode sandi apartemen
Taehyung. Berhasil. Dia membuka pintu itu perlahan. Kemudian telinganya
menangkap suara-suara aneh dari kamar Taehyung. Jungkook yang penasaran segera
mengintip dibalik celah pintu kamar Taehyung yang tidak ditutup sempurna.
“Asshh.. Eungghh.. Hyungghh ouuhh fassterrhh yeaahhh.”
Jungkook terpaku mendengar suara desahan yang diyakini sebagai suara
Taehyung. Jungkook menelan ludahnya kasar dan membuka pintu itu lebar-lebar. Mengenaskan.
Bolehkah Jungkook mengeluarkan air mata berharganya itu untuk kesekian kalinya?
Cukup rasa sakit karena penyakitnya. Cukup rasa sedih karena ketidak
berhasilannya menemukan Jimin. Lalu sekarang? Dia harus kecewa.
Jimin benar. Taehyung bukanlah orang yang baik untuknya. Taehyung tidak
benar-benar mencintainya. Taehyung tidak memiliki rasa tulus padanya. Taehyung mempermainkannya.
Jimin benar.
Akhirnya Jungkook mengeluarkan cairan bening itu lagi dari sudut
matanya. Perlahan dia membuka bibirnya, “Taehyung hyung. Jin hyung.”
Kedua orang itu menghentikan aktifitas mereka sejenak. Mereka menoleh
bersamaan ke arah pintu, di tempat Jungkook berdiri terpaku.
Taehyung yang tetap mempertahankan posisinya dibawah dan Jin yang
berhenti memaju mundurkan pinggulnya, membuat hati Jungkook teriris. Tubuh mereka
benar-benar menyatu. Melihat kedua orang itu yang sepertinya tidak memiliki
niatan untuk merubah posisi, mau tidak mau Jungkook memundurkan langkahnya dan
segera berbalik untuk segera pergi. Dia merasa telah mengganggu mereka.
Tidak. Harapan Jungkook agar Taehyung mengejarnya dan menarik tangannya
ternyata hanya sia-sia. Harapan kosong. Mustahil. Jungkook membalikkan badannya
dan menatap pintu apartemen Taehyung yang masih tertutup rapat dari ujung
lorong dengan senyum miris. Taehyung tidak memperdulikannya.
“Hahaha seperti biasa, bukankah Taehyung hyung selalu meninggalkanku
saat sore? Seharusnya hal ini juga sudah biasa kan? Hahaha.”
Jungkook tertawa. Yah tawaan yang terdengar miris dan menyayat hati. Air
mata tidak berhenti mengalir dari kedua sudut matanya. Dia meremas dadanya yang
terasa sangat sakit. Seharusnya dia tidak merasakan sakit, karena dia yakin
kalau dia baik-baik saja. Dia merasa sehat. Walau kenyataannya tidak. Hatinya benar-benar
lara melihat orang yang selama dia cintai ternyata mengkhianatinya. Dan dia
menyesal tidak melirik Jimin sedikitpun yang jelas-jelas sangat baik dan
mencintainya dengan tulus.
Bisakah ia memutar waktu?
0-0-0-0
Jungkook duduk di rerumputan di Hyochang Park, sendirian. Dia tidak
melihat Taehyung. Padahal ini sudah sore. Memang seharusnya Jungkook tidak lagi
mengharapkan kedatangan namja itu. Tapi entah mengapa, dia ingin melihat
Taehyung lagi setelah semalaman dia menangis. Hingga matahari sudah terbenam,
Jungkook masih setia duduk disana.
“Jungkook.”
Jungkook menoleh, dia mendapati Taehyung berdiri dibelakangnya sambil
tersenyum tipis. Jungkook membalas senyuman itu. Entah mengapa, melihat
senyuman Taehyung membuat dadanya terasa sakit. Tanpa banyak bicara lagi,
Taehyung duduk disamping Jungkook.
“Kita harus mengakhiri hubungan ini.”
Sudah terduga. Jungkook sudah tahu alasan Taehyung menemuinya. Mungkin hal
itulah yang membuat senyuman Taehyung terasa berbeda tadi. Jungkook menggeleng
pelan, “Kau tidak boleh meninggalkanku hyung, setidaknya sampai aku menemukan
Jimin hyung. Kemarin dia..”
“Dia sudah mati. Untuk apa kau mencari orang yang sudah mati?”
Perkataan Taehyung yang begitu datar dan santai membuat Jungkook
tersentak. Sungguh dia tidak percaya dengan perkataan Taehyung. Mati? Kapan? Mengapa? Apakah dia mengalami
kecelakaan atau sakit? Setidaknya itulah yang memenuhi otak Jungkook. Belum
sempat Jungkook membuka bibirnya lagi, perkataan Taehyung membuatnya teriris
dan benar-benar ingin menangis.
“Jimin mendonorkan jantungnya untuk di transplantasikan padamu. Entah apa
yang ada diotaknya hingga dia berani melakukan hal seperti itu. Yang ku tahu,
Jimin telah mati setelah mendonorkan jantungnya. Bagaimana cara dia mati? Entahlah.
Yang jelas dokter mengambil jantung Jimin dalam keadaan mati.”
Setelah itu Taehyung beranjak dari tempatnya duduk, berbalik dan
melangkahkan kakinya pergi. Baru 2 langkah berjalan, Taehyung menghentikan
langkahnya dan melirik sekilas pada Jungkook, “Aku berbohong soal Jin hyung
padamu. Marga kami memang sama, tapi kami bukanlah saudara. Kami akan menikah
lusa,” setelah itu Taehyung benar-benar pergi meninggalkan Jungkook sendirian.
Jungkook masih diam terpaku, semua kalimat yang diucapkan Taehyung
bukanlah apa yang dia inginkan. Semua pernyataan Taehyung jauh dari perkiraan
dan harapannya. Jimin meninggal demi dirinya? Jungkook memegang dada kirinya
perlahan, menutup matanya, dan merasakan denyut jantungnya yang pelan dan
tenang. Dia merasakannya. Merasakan keberadaan Jimin didekatnya. Pantas saja
dia merasakan keberadaan JImin saat di rumah sakit. Itu adalah jantung milik
Jimin.
Senyuman manis Jimin, tergambar begitu jelas di otaknya. Sentuhan Jimin
yang terasa menyenangkan membuatnya tenang dan merasa terlindungi. Semua nasihat
dan kata-kata manis Jimin membuatnya sadar kalau masih ada orang yang
memperdulikannya. Dia menyesal mengapa dulu dia lebih memilih Taehyung daripada
Jimin. Jimin lebih baik beribu kali lipat dari Taehyung. Apakah Jungkook baru
menyadarinya? Tidak. Jungkook sudah menyadarinya, dia hanya salah memilih.
Kali ini, dia benar-benar sendirian. Tak ada lagi Jimin yang menemaninya.
Tak ada lagi yang bisa mewarnai hari-harinya. Jimin telah pergi untuk
selamanya. Begitupun dengan Taehyung. Walau Taehyung tidak meninggal, namun
Jungkook menganggap kalau Taehyung sudah pergi selamanya dari hidupnya.
Jungkook menekuk lututnya dan memeluknya. Dia menundukkan kepalanya dan
menangis sesenggukan. Dia benar-benar menyesal dengan semuanya.
“Jimin hyung……”
END
Maafkan kalau bahasanya mungkin masih berantakan dan kalian kurang paham. Gw mah emang begini orangnya/? . Sebenernya ratingnya mau ganti A, soalnya disini seperti ff adult dan banyak unsur yang mengharuskan berfikir. Kalo kalian gamikir ada kemungkinan kaga bakal mudeng. Tapi berhubung ff rating A itu limited dan banyak yang kaga tau, ya udah jadinya diganti T+ aja:"vv
kalo boleh minta komentnya yehet:))
Baper thor :" daebak lah sampe bikin gue nangis kejer kejer(?) :"v . Itu si taehyung pengen gw bejek-bejek-"- tega banget kalo g cinta ya bilang langsung jangan bikin jungkook merana..(jd keinget masalalu *eh) .Daebak lah!! XD
BalasHapuswuahhh daebak thor :3 gua ampe nangis hiks..hiks.. airmata gua udah segalon abis .. gua terharu banget ama pegorbanan jimin thoorr hueee gua nangis lagi kan T-T.. taetae jahat bener ninggalin kookie oppa yang tamvan rupawan ntuh.. jadi pengen gua gigit ntuh alien.. huee, pkok nya daebaakkk thor :D
BalasHapushiks.hiks.. sedih aq bca.. Daebak pnya.. jimin mati gitu aja.. Taehyung jahat. PLEASE.. bt yg lain pulak.. ; ) NICE
BalasHapushuu huu... thor keren banget...
BalasHapus10 jempol deh buat author;)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapushuu huu... thor keren banget...
BalasHapus10 jempol deh buat author;)
Gila ni ff keren bgt ya.gue suka bgt sama penulisan sederhana author. Ga kebanyakan istilah aneh, bahasanya ga dibuat2 (istilahnya pake bahasa rumit yg kadang jatohnya lebay n aneh buat dijabafin) tapi ini ga. Gue suka bgt! Alurnya juga baguss pokoknya kerennnn dehh.semangat buat authornya buat terus berkarya!
BalasHapusGila ni ff keren bgt ya.gue suka bgt sama penulisan sederhana author. Ga kebanyakan istilah aneh, bahasanya ga dibuat2 (istilahnya pake bahasa rumit yg kadang jatohnya lebay n aneh buat dijabafin) tapi ini ga. Gue suka bgt! Alurnya juga baguss pokoknya kerennnn dehh.semangat buat authornya buat terus berkarya!
BalasHapus